Sabtu, 12 Juli 2008

malaikat kecilku yang terbang!

Di saat malam menyelimuti tubuhmu, kuingat di saat kau pertama tersenyum padaku nak. Saat purnama telah menunjukkan indah sinarnya di bulan ketiga kelahiranmu, kau telah bahagiakan kalbu dengan ceria wajahmu yang lugu. Saat itu, hanya tangis bahagia yang menimangmu, hanya kecupan sayang yang menggantikan air susumu, hanya belaian tangan ayahmu ini yang mengelusmu sebagai pengganti belaian kasih ibumu. Syukur, hanya sentuhan Tuhan yang mampu memberikan kehidupan bagimu. Tak seorangpun dapat melakukannya, tidak seorang jemderal, tidak pula sang presiden yang adil. Hanya Dia yang mampu meniupkan ruh cinta-Nya padamu. Makananmu hanyalah angin yang berlaukkan nasi sisa pekerja. Minumanmu hanyalah tetesan embun cinta di pagi hari. Maafkan ayah nak, ayah tak mampu memberikan semua yang kau butuhkan layaknya benih kehidupan yang lain. Ayahmu hanyalah pekerja kasar, yang tiap hari hanya membanting tulang dan memeras keringat di terik matahari, yang hanya akan mendaptkan upah sekedarnya, cukup buat makan kita berdua, hanya setengah hari. Ibumu telah menitipkan pada ayah seorang malaikat kecil yang manis, yang selalu membuat ayah tersenyum di kala keringat dingin membasahi tubuh ayah. Dan dia telah lama meninggalkan kita, semenjak kau masih berumur 2 minggu. Yah..mungkin memang nasibmu nak, sama seperti ayah yang sebatang kara. Yang lari dari kehidupan gelap di masa lalu. Tapi, bagaimanapun juga kaulah malaikat kecilku yang manis nak, ayah sangat mencintaimu.
Kuingat di saat kau merengek kehausan, dan ayah hanya menggendongmu dengan keringat dingin, tak mampu ayah ungkapkan kesedihan ayah. Sedih yang terakibatkan kurangnya kehidupan kita, sedih karena semakin mencekiknya harga-harga di pasar, sedih karena tangisan sang malaikat kecilku yang malang…ayah tak tau harus berbuat apa nak..ayah sangat mencintaimu, sangat mencintaimu…
Hari berganti hari, musim berganti musim, kau pun telah berubah menjadi malaikat yang semakin besar, saat menginjak tahun ke-dua, kau bahagiakan ayah dengan senyum yang sangat mempesona. Dengan mata yang berkerling sempurna, dengan lesung pipit yang manis merona…kau telah membuat ayah bahagia, walaupun kau berjalan dengan bersimpuh, walaupun kau menggunakan tanganmu untuk menggerakkan tubuh, kau tetap malaikat kecilku nak, ayah sangat mencintaimu, sangat mencintaimu..
Entah kenapa dengan malaikat kecilku, apa karena kurangnya asupan gizi padamu, kau tumbuh seperti ini? Atau karena harta yang kurang bersih yang telah kuberikan padamu nak, ah, aku rasa tidak, banyak anak pejabat yang makan harta kotor juga tumbuh dengan normal, mungkin inilah yang disebut dengan takdir Nya. Bagaimanapun juga, ayah menerimamu nak, kau adalah buah dari cinta kasih ayah dan ibu, buah dari pertemuan yang mengesankan, buah dari cinta kasih yang penuh dengan kenangan, walaupun kenangan yang ayah dan ibumu alami merupakan lembaran buram dan potret gelap masa lalu, ayah tetap mencintaimu nak, sangat mencintaimu…
Kebahagiaan ayah semakin terasa setelah kau mulai mengucapkan kalimat panggilan pada ayah, dengan tertatih kau memanggil “ayah….ayyyaahhh..”, oh, betapa bahagianya ayah, walaupun puluhan teman ayah menanti ayah untuk membayar hutang, ayah masih bisa tersenyum nak..ayah masih merasakan bahagia nak…ayah sangat mencintaimu nak, sangat mencintaimu…
Di saat rembulan datang menyapa dengan senyumnya, kau memeluk erat ayah dengan pulas, ayahpun memelukmu sayang, seakan kita tidur di atas kasur yang empuk, walupun sesungguhnya kita tidur di atas sehelai tikar lusuh yang usang dimakan waktu. Sinar rembulan yang indah masuk ke dalam kamar kita, dari celah genting yang agak lebar, yang membuat terang rumah kita, ya, rumah kita, rumah kosong yang dulu ditinggal penghuninya entah kemana, dan ayah tak sanggup menggantinya,maafkan ayah nak, dan kaupun sabar dengan keadaan ini nak, ayah sanget mencintaimu, sangat mencintaimu…
Saat kau beranjak usia sekolah, kaupun merengek untuk sekolah, kau iri dengan teman-temanmu yang sejak pagi telah mencangklong tas, bersepatu, dan berseragam TK, ayah tak sanggup untuk menurutimu nak, maaf…ayah tak sanggup. Teringat saat itu, kau menangis sedu sedan, saat ayah datang dari kerja, pukul 5 sore, kau mengadukan ulah temanmu yang meledekmu karena tak bisa sekolah, tak mampu berseragam, tak mampu bersepatu bagus, karena bukan telapak kakimu yang menempel di tanah, melainkan betis dan paha. Ayah tak sanggup menahan derasnya air mata nak, hingga maghrib datang, kau msih terisak-isak karena sedih..begitu juga ayah…ingin rasanya ayah menghajar temanmu itu, tapi bagaimanapun juga, mereka kalangan orang terpandang, andaikata ayah menghajar temanmu itu, pasti orang tua mereka tak terima, dan menghukum ayah lebih berat lagi..maaf nak….
Mainanmu hanyalah kaleng bekas cat, batu bata yang telah patah, dan pasir sisa bangunan yang ayah bawa pulang..maaf nak, ayah tak sanggup membelikanmu mainan, tapi ayah janji, ayah akan berusaha membahagiakan kamu dengan kasih sayang ayah..ayah janji…
Teringat saat itu nak, kau merengak meminta balon warna warni, karena kau iri dengan temanmu yang ulang tahun, yang acaranya kau hadiri dengan penuh susah payah, dan kau pun akhirnya menginginkan agar ayah membelikanmu balon, ayah hanya bisa janji, hanya bisa janji….pasti satu saat ayah belikan nak….dan kaupun tersenyum kegirangan dengan janji ayah.
Pulang kerja, ayah mecarikan pinjaman kepada mandor ayah, uang untuk membelikanmu balon warna-warni, maklum, saat itu ayah belum gajian, karena uangnya masih dibawa sang juragan, dan ayah hanya menerima uang sepuluh ribu. Lima ribu ayah belikan balon, dan sisanya ayah beliakan nasi bungkus dengan lauk seadanya, maklum, di kota besar ini, harga makanan seperti asap yang setiap saat selalu naik, membubung tinggi di angkasa.
Di rumah, kau menunggu ayah dengan penuh pengharapan, akankah ayah datang dengan balon kasayanganmu itu. Kau menunggu berteman lilin kecil yang selalu setia menerangi rumah usang kita, lilin yang mengorbankan dirinya untuk penerangan kita, lilin yang menjadi penyebab semuanya…
Kau tunggu ayah dengan sabar, namun ayah terlambat datang nak, maklum setelah malam, di kota besar ini, jalanan jadi semakin ramai. Pejalan kakai seperti ayah ini sungguh lambat, hingga di perempatan jalan depan rumah, ayah melihat banyak orang berkerumun, entah ada hajatan apa, pikir ayah dalam hati, apkah pak RT sebelah rumah mengkhitankan anaknya??ah, tidak, mana mungkin, anaknya kan masih kecil-kecil, atau jangan-jangan…ah…ayah tepis semua pikiran buruk yang ada dalam benak ayah..ayah hanya memikirkan engkau sayang, ayah ingin memberikan kejutan, dengan hadiah balon yang telah ayah belikan untukmu.
“Itu pak Kardi, panggil dia….pak Kardi, cepat kesini….!!!”, aku terkejut, suara pak RT membuyarkan lamunanku…kucium bau kayu terbakar, kulihat bekas-bekas runtuhan rumah di depanku, Yaa Alloh…..anakku……..!!!!


Jember, 25 juni 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan KOmentar...biar dapat backlink banyak...hehehe (komentar ngawur gak dipublish lhoo.>!!)